Kata Pengantar
Segala pujian
dan rasa kesyukuran selalu kitapersembahkan kepada Allah
SWT, Tuhan seluruhmakhluk di alam semesta, Tuhan yang
telah menciptakanmanusia dan jagat raya. Allahlah satu-satunya Tuhan
yang berhak disembah dan diibadahi oleh manusia. Allah jualah yang telah
menganugerahkan beragam kenikmatan kepada manusia, mengutus Rasul-Nya untuk
manusia, memberi petunjuk-Nya kepada manusia. Maka selamat dan beruntunglah
bagi mereka yang mengikuti petunjuk yang telah diberikan-Nya, yaitu mereka yang
bertauhid, beribadah, dan berakhlak sebagaimana yang telah digariskan-Nya.
Shalawat dan salam senantiasa kita peruntukkan untuk
seorang manusia pilihan Tuhan, tidak lain yaitu Nabi Muhammad SAW. beliaulah
yang telah dijadikan Tuhan sebagai panutan kita di dunia. Beliaulah manusia
mulia yang telah dibimbing kehidupannya dengan wahyu Tuhan. Keindahan sikapnya
disegani oleh teman dan musuh sekalipun. Betapa perilaku dan perangai beliau
sangat agung dan sangat patut ditiru. Akidah, ibadah, dan akhlak beliau
merupakan hal teragung sepanjang masa.
Kehidupan manusia dimanapun dan kapanpun tidak akan
pernah terlepas dari fitrahnya sebagai makhluk sosial. Karena itu, dalam proses
seleksi alam selanjutnya dan dalam pergaulannya, akan muncul kategori manusia
mulia yang dijunjung dan disenangi manusia lainnya. Sebaliknya juga akan muncul
manusia yang kemudian dibenci dan dijauhi oleh manusia lainnya. Jika kita
susutkan, penyebab dari semua hal tersebut adalah bermula dari akhlak
seseorang.
Dalam makalah yang sederhana ini kami mencoba untuk
memaparkan secara singkat hal yang sangat urgen. Makalah ini kami beri judul
“Hubungan antara Akidah, Ibadah, dan Akhlak”. Besar harapan kami semoga makalah
yang kami sajikan ini dapat diambil pelajaran dan manfaat untuk semua. Terima
kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada Bpk. Dr. Saifan Nur, M.A., yang
telah mendampingi dan mengajarkan kami, mengarahkan dan mengampu mata kuliah
Pengantar Akhlak Tasawuf.
Akhirnya kami menyadari jika masih ada kekurangan dan
kekeliruan yang terdapat dalam makalah ini. Karenanya segala bentuk masukan, kritikan,
dan saran yang membangun demi kebaikan kita semua sangat kami harapkan. Semoga
kita bisa menjadi pembelajar sejati yang haus ilmu-ilmu dan
pengetahuan-pengetahuan baru. Aamiin ya rabbbal aalamiin.
Pendahuluan
Di zaman sekarang, ketika mendengar istilah “tasawuf”,
dalam benak pikiran sebagian besar umat islam terkesan sebagai sesuatu yang
negatif. Terlebih karena adanya beberapa tokoh yang memberi penilaian seperti
itu.Tasawuf seolah menjadi sesuatu yang harus ditakuti dan dijauhi. Ditambah
karena alasan tidak adanya satu kata pun dalam al-Quran yang menyebut istilah
“tasawuf”[1]
Padahal, jika kita mau mengkaji lebih jauh, hakikatnya
tidaklah demikian. Islam sebagai agama yang bersifat universal, selain
menghendaki kebersihan lahiriah juga menghendaki kebersihan batiniah, lantaran
penilaian yang sesungguhnya dalam Islam diberikan pada aspek batinnya. Hal
ini terlihat pada salah satu syarat diterimanya amal ibadah,
yaitu harus disertai niat. Kesemua ketentuan tersebut
terdapat dalam tujuan ajaran tasawuf.
Tasawuf merupakan salah satu fenomena dalam Islam yang
memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia, yang selanjutnya
menimbulkan akhlak mulia. Melalui tasawuf ini seseorang dapat mengetahui
tentang cara-cara melakukan pembersihan diri serta mengamalkan secara benar.
Dari pengetahuan ini diharapkan ia akan tampil sebagai orang yang pandai
mengendalikan dirinya pada saat ia berinteraksi dengan orang lain, atau pada
saat melakukan berbagai aktivitas yang menuntut kejujuran, keikhlasan,
tanggungjawab, kepercayaan dan lain-lain. Dari suasana yang demikian itu,
tasawuf diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan moral seperti
manipulasi, korupsi, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan dan kesempatan,
penindasan dan sebagainya.
Melihat pentingnya peranan tasawuf dalam kelangsungan
hidup manusia seutuhnya, maka tidak mengherankan jika tasawuf akrab dengan
kehidupan masyarakat Islam setelah masyarakat tersebut membina akidah dan
ibadahnya melalui ilmu tauhid dan ilmu fiqih.
BAB I
Pembahasan
A. Pengertian
Akidah, Ibadah, dan Akhlak
1. Akidah
‘Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ)
menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang
berarti ikatan, at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ) yang berarti
kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang
artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang
berarti mengikat dengan kuat.
Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah
adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi
orang yang meyakininya.
Jadi, ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh
dan bersifat pasti kepada Allah ازوجلّdengan
segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada
Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir
baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang
Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada
apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh
berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang
telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush
Shalih.[2]
2. Ibadah
Ibadah (عبادة)
secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam syara’, ibadah
mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Diantara
definisinya :
a. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah , yaitu
tingkatan ketundukan yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan)
yang paling tinggi,
b. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang
dicintai dan diridhai Allah , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dzahir
maupun bathin.
c. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah
: Ibadah adalah segala sesuatu yang mencakup semua hal yang dicintai dan
diridhai Allah Ta’ala, baik berupa ucapan dan amalan, yang nampak dan yang
tersembunyi.[3]
3. Akhlak
Dalam hal ini ada dua pendekatan yang dapat digunakan
untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), dan
pendekatan terminologi (peristilahan).[4]
·
Pendekatan Linguistik (Kebahasaan)
|
:
|
Berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk
infinitive) yaitu merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim
yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang telah demikian
adanya.
|
·
Pendekatan Terminologi (Peristilahan)
|
:
|
Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya
untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
|
Dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu
yang membahas tentang perbuatan manusia yang dinilai baik dan buruk.
Dapat dilihat dalam Mu’jam al-Wasith
disebutkan ilmu akhlak adalah:
اَلْعِلْمُ مَنْ ضَوْعُهُ اَحْكَمُ قِيْمَتُهُ تَتَعَلَّقُ بِهِ اْلاَعْمَالُ الَّتِى تُوْصَفَ بِالْحَسَنِ وَالْقُبْح.
(Ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang
nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan
dengan baik atau buruk)[5]
B. Sumber
Nash Tentang Akidah, Ibadah, dan Akhlak
a. Nash Hadith
((أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَاناً أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً))
“Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah
yang paling baik akhlaknya.” (Shahih. HR. Abu Dawud 4682 dan At-Tirmidzi 1162,
dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ 1230, 1232)[6]
b. Nash Qur’an, contohnya QS 31 (Luqman : 13-17)
13. dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar".
14. dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah
yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
15. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah
kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
16. (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya
jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di
langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.Sesungguhnya yang
demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Jika kita perhatikan, hadith dan ayat di atas, maka
disana memuat tentang tiga hal yang wajib dimiliki serta dicapai oleh individu,
yaitu sifat-sifat yang menyangkut masalah akidah, ibadah, dan akhlak.
Tiga hal ini tidak boleh dipisahkan pada pribadi seseorang sehingga harus
selalu lengkap dan sempurna. Sekalipun hanya satu dari unsur itu yang hilang,
maka tidak akan tercapai kesempurnaan pribadi individu.
C. Hubungan
Akidah, Ibadah dan Akhlak
Bertasawuf pada hakikatnya adalah melakukan
serangkaian ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt dan ibadah
itu sendiri kaitannya sangat erat dengan akhlak. Dalam hal ini Harun Nasution
mengatakan bahwa ketika mempelajari tasawuf ternyata di sana akan didapatkan
al-Qur’an dan al-Sunnah yang mementingkan akhlak, karenanya ibadah erat sekali
kaitannya dengan akhlak, dan kaum sufilah terutama yang pelaksanaan ibadahnya
membawa kepada pembinaan akhlak yang mulia terlebih dalam diri mereka sendiri,
sehingga dikalangan mereka dikenal istilah al-takhalluq bi akhlaq Allah, yaitu
berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau juga istilah al-ittisaf bisifat
Allah, yaitu mensifati diri mereka dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh Allah
Swt.[7]
Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki
oleh manusia.Keyakinan hidup ini diperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk
mengarahkan tujuan hidupnya sebagai mahluk alam.Pedoman hidup ini dijadikan
pula sebagai pondasi dari seluruh bangunan aktifitas manusia
Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa
tetap tegak berdiri, maka dibutuhkan adanya sarana untuk memelihara pondasi
yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk pengabdian dari seorang hamba kepada
allah. Ibadah dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada allah untuk
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap allah.
Apabila aqidah telah dimiliki dan ibadah telah
dijalankan oleh manusia, maka kedua hal tersebut harus dijalankan dengan
sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan adanya suatu peraturan yang mengatur
itu semua.Aturan itu disebut Muamalah. Muamalah adalah segala aturan islam yang
mengatur hubungan antar sesama manusia. Muamalah dikatakan berjalan baik
apabila telah memiliki dampak sosial yang baik.
Untuk dapat mewujudkan aqidah yang kuat yaitu dengan
cara ibadah yang benar dan juga muamalah yang baik, maka diperlukan suatu ilmu
yang menjelaskan baik dan buruk, menjelaskan yang seharusnya dilakukan manusia
kepada yang lainya, yang disebut dengan akhlak. Dengan akhlak yang baik
seseorang akan bisa memperkuat aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik
dan benar. Ibadah yang dijalankan dinilai baik apabila telah sesuai dengan
muamalah.Muamalah bisa dijalankan dengan baik apabila seseorang telah memiliki
akhlak yang baik.
Contohnya : Jika berjanji harus ditepati yaitu apabila
seorang berjanji maka harus ditepati. Jika orang menepati janji maka seseorang
telah menjalankan aqidahnya dengan baik.Dengan menepati janji seseorang juga
telah melakukan ibadah. Pada dasarnya setiap perbuatan yang dilakukan manusia
harus didasari denga aqidah yang baik, karena setiap hal yang dilakukan pasti
ada aturanya .
Hubungan aqidah dengan akhlak
Salah satu fungsi akhlak adalah untuk menopang
keimanan.Agar iman seseorang relative stabil, perlu ditopang oleh pelaksanaan
akhlak yang konsisten.[8]
Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah
aqidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, Karena akhlak tersarikan dari
aqidah dan pancaran dirinya. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan
benar, niscahya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula
sebaliknya, jika aqidah salah maka akhlaknya pun akan salah.
Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan
dan keyakinanya terhadap alam juga lurus dan benar. Karena barang siapa
mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia akan dengan mudah
berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh
bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya.
Pendidikan akhlak yang bersumber dari kaidah yang
benar merupakan contoh perilaku yang harus diikuti oleh manusia. Mereka harus
mempraktikanya dalam kehidupan mereka, karena hanya inilah yang menghantarkan
mereka mendapatkan ridha allah dan atau membawa mereka mendapatkan balasan
kebaikan dari allah.
Akhlak merupakan tingkahlaku yang dipengaruhi oleh
nilai-nilai yang diyakini oleh seseorang dan sikap yang menjadi sebahagian
daripada keperibadiannya. Nilai-nilai dan sikap itu pula terpancar daripada
konsepsi dan gambarannya terhadap hidup. Dengan perkataan lain, nilai-nilai dan
sikap itu terpancar daripada aqidahnya yaitu gambaran tentang kehidupan yang
dipegang dan diyakininya
Aqidah yang benar dan gambaran tentang kehidupan yang
tepat dan tidak dipengaruhi oleh kepalsuan, khurafat dan falsafah-falsafah
serta ajaran yang palsu, akan memancarkan nilai-nilai benar yang murni di dalam
hati. Nilai-nilai ini akan mempengaruhi pembentukan sistem akhlak yang mulia.
Sebaliknya, jika aqidah yang dianuti dibina di atas kepalsuan, maka ia akan
memancarkan nilai-nilai buruk di dalam diri dan mempengaruhi pembentukan akhlak
yang buruk.
Akhlak yang baik dan akhlak yang buruk, merupakan dua
jenis tingkah laku yang berlawanan dan terpancar daripada dua sistem nilai yang
berbeda. Kedua-duanya memberi kesan secara langsung kepada kualitas individu
dan masyarakat. lndividu dan masyarakat yang dikuasai dan dianggotai oleh
nilai-nilai dan akhlak yang baik akan melahirkan individu dan masyarakat yang
sejahtera. Begitulah sebaliknya jika individu dan masyarakat yang dikuasai oleh
nilai-nilai dan tingkahlaku yang buruk, akan porak peranda dan kacau bilau.
Al-Quran juga menggambarkan bagaimana aqidah
orang-orang beriman, kelakuan mereka yang mulia dan gambaran kehidupan mereka
yang penuh tertib, adil, luhur dan mulia. Berbanding dengan perwatakan
orang-orang kafir dan munafiq yang jelek. Gambaran mengenai akhlak mulia dan
akhlak tercela begitu jelas dalam perilaku manusia sepanjang sejarah. Al-Quran juga
menggambarkan bagaimana perjuangan para rasul untuk menegakkan nilai-niai mulia
dan murni di dalam kehidupan dan bagaimana mereka ditentang oleh kefasikan,
kekufuran dan kemunafikan yang cuba menggagalkan tertegaknya dengan kukuh
akhlak yang mulia sebagai teras kehidupan yang luhur dan murni itu.
Daftar Pustaka
Team Pentashih. Al- Quran dan Terjemahan.
Jakarta : Depag RI.
Khairi, Alwan. Akhlaq/Tasawuf. Yogyakarta
: Pokja UIN Sunan Kalijaga. 2005
Yazid bin Abdul Qadir Jawas . Syarah
Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. Bogor : Pustaka
At-Taqwa. 2004
Nasution, Harun. Islam Rasional, Gagasan dan
Pemikiran. Bandung: Mizan. 1995.
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada. 2006.
[1]Dr. Saifan Nur dalam
kuliah pertemuan pertama di semester 2.
[2] [Disalin dari
kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil
Akhir 1425H/Agustus 2004M]
[3] http://taimiah.org/index.aspx?function=item&id=949&node=4109
[4] Prof. Dr.H. Abuddin
Nata, M.A., Akhlak Tasawuf, PT Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 1
[5] Al-Mu’jam al-Wasith
hlm. 252
[6] Pokja
Akademik UIN Sunan Kalijaga, Akhlaq/Tasawuf, Yokyakarta :
2005. Hlm. 65
[7] Harun
Nasution. Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran. (Bandung: Mizan. 1995).
Cetakan III. hal. 57.
[8] Alwan Khaoiri,
dkk. Akhlaq/Tasawuf. Yogyakarta : Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga. 2005
2 komentar:
apa yang dimaksudkan dengan agama universal
apa yang dimaksudkan dengan agama universal
Posting Komentar